TUGAS ETIKA BISNIS - SITI AMIRA SEPTYANI - 3EA18 - 16218751 (10 Juli 2021)
TUGAS
ETIKA BISNIS
Oleh :
Siti Amira Septyani 16218751
Universitas Gunadarma
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan
sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan
udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai
komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat
dibutuhkan dengan jumlah yang cukup
banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara
merupakan sumber oksigen yang
alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi
yang baik.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang
“nir-etik”.Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran
etika.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis
yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang
peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya
dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi
alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa
bersalah.Akibatnya terjadi penurunan secara drastic kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya
sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam.Pencemaran dan kerusakan
alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
BAB II
ISI & PEMBAHASAN
Pengertian Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan.
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu
“Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika
Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban.Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan.Sedangkan
Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter
moral pada diri setiap orang. Lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan
makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang
menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam
bergaul dengan lingkungannya.etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga
keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika
lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan
bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai
bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan
penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energi.
d. Lingkungan disediakan
bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup
yang lain.
Di samping itu, etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di
antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam
secara keseluruhan.
Semburan lumpur panas di lokasi pengeboran
milik PT Lapindo Brantas yang terjadi sejak 29 Mei 2006 membuat sejumlah desa
di Sidoarjo, Jawa Timur, terpaksa menutup sejarah dengan kisah pilu. Puluhan
ribu warga harus mengungsi dan merintis kehidupan baru di tempat lain. Bahkan,
hingga 13 tahun berselang, urusan ganti-rugi tak kunjung selesai. Pusat lumpur
panas menyembur berlokasi di Kecamatan Porong, sekitar 12 kilometer sebelah
selatan Kota Sidoarjo. Kawasan ini merupakan permukiman padat penduduk serta
salah satu area industri utama di Jawa Timur. Beberapa ruas jalan raya, jalan
tol, dan jalur kereta api juga turut terdampak. Kerugian yang teramat besar pun
tak terelakkan. Penyebab terjadinya semburan lumpur panas masih menjadi
perdebatan dan belum diperoleh kepastiannya. Ada dua teori yang dikemukakan
oleh pihak Lapindo terkait hal ini. Pertama, semburan lumpur terjadi lantaran
kesalahan prosedur saat pengeboran. Kedua, lumpur panas menyembur secara
kebetulan saat pengeboran, tapi penyebabnya belum diketahui.
Secara sederhana, tenggelamnya lahan -lahan
produktif (bangunan, pekarangan dan sawah) telah mematikan produktivitas dari
lahan-lahan tersebut. Jika melihat secara lebih luas, terganggunya backbone
sistem transportasi telah mengakibatkan kerugian -kerugian ekonomi pada sektor
makro maupun mikro. Karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak maka
kepentingan politis menjadi aspek yang memengaruhi respons berbagai pihak
terhadap masalah ini. Salah satu usaha politis yang tampak adalah dalam hal
penamaan kejadian ini. Politik penamaan atas kejadian ini merupakan sebuah
tindakan politik yang melibatkan kuasa p ara aktor yang menggunakan
masingmasing nama yang berbeda itu. Sebagai catatan tiap –tiap nama (“lumpur
Lapindo”, “lumpur Porong”, “lumpur Sidoarjo”, “lumpur panas”) yang digunakan
untuk peristiwa ini merepresentasikan perbedaan kepentingan para penggunanya,
sehingga perbedaan nama bukanlah tidak berarti namun sangat diwarnai nuansa
politik dari para aktor yang menggunakannya. Sementara itu, luapan lumpur telah
mengusik kemapanan roda pemerintahan nasional. Pemerintah pusat terpaksa turun
tangan dalam menan gani dampak dari luapan lumpur yang tak belum dapat dihentikan
itu. Akan tetapi, rupanya politik penanggulangan bencana yang diambil
pemerintah pusat ternyata tidak serta -merta menyelesaikan permasalahan sosial
yang ditimbulkan akibat luapan lumpur ini, ba hkan justru cenderung menjadi
pemicu bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial baik yang baru maupun
yang tersembunyi. Dua regulasi tentang penanganan pasca -bencana lumpur ini
menempatkan Lapindo Brantas pada posisi yang berbeda. Pada Peraturan Presi den
14/2007, Lapindo Brantas diwajibkan untuk membeli tanah dan bangunan warga di
empat desa pertama (Maret 2007) yang sudah terbenam lumpur, sementara pada
Peraturan Presiden 48/2008 tidak disebutkan nama Lapindo sebagai pihak yang
berkewajiban membeli ta nah dan bangunan warga di tiga desa terdampak baru,
semua biaya pembelian tanah dan bangunan warga dibebankan ke APBN. Peraturan
Presiden tersebut telah memicu perpecahan dalam warga terdampak menjadi
berbagai kelompok berdasarkan perbedaan kepentingan seb agai konsekuensi dari
perbedaan kepemilikan atas status tanah. Ada warga yang dengan mudah menjual
tanah dan bangunannya karena memiliki sertifikat tanah, sementara ada warga
yang tidak berhak menjual tanah dan bangunan karena hanya memiliki surat
keterang an tanah. Sementara itu, ada warga yang tidak berhak mendapatkan ganti
rugi karena wilayahnya tidak masuk dalam Peta Area Terdampak yang terlampir
dalam Peraturan Presiden tersebut. Para warga dari dua kelompok terakhir ini
merasa tidak terima dengan status hukum (politik) yang ditimpakan pada mereka
dan berusaha keras untuk mendapatkan ganti rugi sesuai harta miliknya yang
musnah ditelan lumpur. Artinya, penentuan siapa korban dan siapa bukan korban
dalam tragedi ini ditentukan oleh keputusan politik pemer intah pusat, tidak
melihat pada kondisi faktual di Porong.
BAB III
KESIMPULAN
Semburan Lumpur Panas yang diduga akibat
pengeboran PT. Lapindo Berantas, Inc merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan
oleh korporasi (crime for corporation) dan disebut white collar crime karena dilakukan
oleh orang yang memiliki status, kedudukan serta mempunyai peran penting dalam
mengambil kebijaksanaan dalam PT. Lapindo Berantas, Inc yang dikenal dengan
fungsional daderschap. Dampak perilaku PT. Lapindo Berantas, Inc tersebut
menimbulkan masalah sosial yaitu kerugian materiil dan imateriil, stabilitas
perekonomian terganggu dan kerusakan lingkungan serta ekosistem. Perilaku PT.
Lapindo Berantas, memiliki konsekuensi hukum, yaitu PT. Lapindo Berantas, Inc
sebagai pencemar harus member ganti rugi (Pollunter pays principal) yang
dikenal melalui Undang-Undang Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009. Perihal
pertanggungjawaban pidana yang dibebankan secara langsung kepada PT. Lapindo
Berantas, Inc yang dikenal sebagai pelaku pencemar disebut dengan strict liability.
Pelimpahan tanggung jawab yang dikenal dengan vicarious liability dapat terjadi
pertanggungjawaban pengurus yang dilimpahkan kepada korporasi atau sebaliknya
sehingga pertanggungjawaban dapat dibebankan kepada korporasi dan atau
pengurus. Pertanggungjawaban yang dialihkan dari bawahan ke atasan hal ini
dilaksanakan bawahan karena melaksanakan tugas atas perintah atasan yang
dikenal dengan responded .superior. Dalam perkembangannya korporasi dalam era
globalisasi sangat pesat sehingga dikenal dengan MNC (multinational
corporation) pertanggungjawaban korporasi tersebut sangat rumit. Namun dalam
kegiatannya MNC merupakan jaringan karena itu pertanggungjawabannya
dibagi secara bersama yang dikenal dengan board director. Malapetaka sebagai
ulah PT. Lapindo Berantas, Inc dapat disebut sebagai kejahatan korporasi.
Berdasarkan asas tersebut diatas PT. Lapindo Berantas, Inc dapat dibebankan
tanggungjawab tindak pidana lingkungan hidup. Sanksi pidana dapat dibebankan
kepada korporasi dan pengurus. Bentuk sanksi pidana bagi korporasi dikenal
dengan tindakan tata tertib yang dapat dijatuhkan pada PT. Lapindo Berantas,
Inc disamping itu sanksi pidana dapat dijatuhkan pada pengurus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeriaatmadja,
R.E.2003.Ilmu Lingkungan.Bandung: ITB
2. http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan
3. http://www.findyou.com.pdf/2010/04/10/Etika_lingkungan_hidup
4. https://tirto.id/sejarah-lumpur-lapindo-dan-urusan-ganti-rugi-yang-belum-tuntas-ecn4
5. http://eprints.umm.ac.id/23151/2/jiptummpp-gdl-fikaaditam-41045-2-babi.pdf
Komentar
Posting Komentar