TUGAS ETIKA BISNIS - SITI AMIRA SEPTYANI - 3EA18 - 16218751 (17 Juli 2021)
TUGAS
ETIKA BISNIS
Oleh :
Siti Amira Septyani 16218751
Universitas Gunadarma
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Ada pula masalah yang timbul dari hasil pola
pikir yang mudah tersebut, yaitu mengcopy hasil karya orang lain. Padahal dalam
karya tersebut melekat hak manusia pada dasarnya mampu mendesain dan membuat
karya dari hasil buah pikirannya masing-masing. Buah pikir manusia selalu
membuat hasil karya yang fantastis buat individu dan kelompok. Hasil buah pikir
tersebut terkadang mengalami perubahan pola pikir yang mengarah pada kemudahaan
proses dalam membuat karya. Maka cipta yang dimiliki oleh pembuat karya yang
asli sehingga terjadi mengcopy karya yang dilakukan orang lain tanpa memperoleh
izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak
cipta.
Hak merupakan sesuatu hal yang telah dimiliki
oleh manusia sejak pertama kali dia lahir kedunia. Bicara hak maknanya lebih ke
sebuah keinginan absolut manusiawi. Sebagai contoh, setiap manusia yang baru
lahir ke dunia memiliki hak untuk hidup. Kekayaan intelektual adalah kekayaan
atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir. Daya pikir tersebut bisa
menghasilkan sesuatu seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, budaya,
lagu, karya tulis, karikatur, dan hasil lainnya yang berasal dari intelektual
manusia. Hal kekayaan intelektual berarti adalah sesuatu pernyataan kepemilikan
yang sifatnya mempertahankan hasil produksi dari daya pikir personal atau
kelompok sebagai sesuatu hasil yang privat.
Pelaku dari hak kekayaan tentang intelektual
adalah mereka yang menciptakan sesuatu, mendesain sesuatu ataupun kegiatan
menghasilkan lainnya. Negara biasanya akan memberi hak eksklusif kepasa
individu setiap pelaku hak kekayaan tentang intelektual. Pemberian hak
eksklusif ini sebagai tanda penghargaan atas hasil daya cipta atau karya dari
kreatifitas. Maka dari itu makalah ini akan membahas mengenai tindakan
pelanggaran hak kekayaan intelektual yang terjadi di Indonesia.
BAB II
ISI & PEMBAHASAN
Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di
Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property
Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut
adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of
the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI
mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI
merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda
imateriil).
Pertama, kasus
kemiripan nama merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya
(perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva
mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.
Mereka (AQUALIVA)
melakukan pemberian nama dengan mendompleng nama AQUA sadar ataupun tidak sadar
telah melakukan pembohongan publik, karena publik banyak yang merasa dibohongi
karena kemiripan nama yang dipakai atas nama suatu produk. Dan tidak sedikit
pula kerugian yang dirasakan konsumen akan hal ini. misalkan saja kepuasan yang
tidak terpenuhi di rasakan konsumen akan produk palsu tersebut.
Selain itu, banyak
pula konsumen yang mengira bahwa perusahaan AQUA melakukan inovasi dengan
meluncurkan produk baru dengan nama produk yang hampir sama, karena terdapat
nama AQUA di depan produk baru tersebut yang nyatanya AQUA sama sekali tidak
mengeluarkan produk tersebut melainkan perusahaan lain yang ingin mendompleng
nama AQUA semata.
MA menggunakan
parameter berupa:
- Persamaan visual
- Persamaan jenis barang; dan
- Persamaan konsep.
Jika pendaftar
pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya,
tentu ia dapat menggugat pembatalan merek dimaksud, dengan mengajukan dan
membawa masalah ini ke meja hokum. Bahkan dengan parameter tersebut, maka
Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan
bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng
ketenaran nama Aqua.
Bahkan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 telah memberikan arahan yang jelas bagi Ditjen
HaKI Departemen Hukum dan HAM agar menolak permohonan pendaftaran merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya.
Yang dimaksud
dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan adanya
unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain.
Unsur-unsur yang menonjol pada kedua merek itu dapat menimbulkan kesan adanya
persamaan tentang:
1.
Bentuk;
2.
Cara penempatan;
3.
Cara penulisan;
4.
Kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan
bunyi ucapan.
Jadi bila ada
kesengajaan suatu peroduk baru menggunakan nama yang sama, maka dapat ditindak
tegas dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai pencabutan merek
produk tersebut maupun penarikan produk dari pasaran serta kerugian jumlah
materi yang dialami oleh produk yang namanya didompleng oleh produk baru
tersebut.
BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN
Dari contoh kasus diatas bahwa penanganan
dari hak merek tersebut sangat sangat harus diperhatikan, karena dari hak merek
tersebut mengandung unsur undang-undang yang telah memiliki ketetapan oleh
setiap perusahaan untuk memberikan nama merek pada setiap produksi barang /
jasa yang telah di luncurkan agar tidak terjadi kesalah pahaman oleh segala
pihak perusahaan, serta menetapkan cipta hak merek tersebut kepada wewenang
yang berwajib supaya tidak terjadi hal-hal seperti pembajakan hak merek
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://tholibpoenya.blogspot.com/2015/01/pelanggaran-etika-bisnis-hak-kekayaan_16.html
3.
https://hikmaharyani.wordpress.com/2017/07/06/kasus-hak-merek-mengenai-pt-aqua/
Komentar
Posting Komentar