Tugas Etika Bisnis - Siti Amira Septyani - 3EA18 - 16218751 (26 Juni 2021)
Nama : SITI AMIRA
SEPTYANI
Kelas : 3EA18
NPM :
16218751
Tanggal : 26 Juni 2021
TUGAS ETIKA BISNIS
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
1. Jelaskan faktor faktor penyebab
terjadinya perdagangan luar negeri
Jawaban :
a.
Pemanfaatan pengetahuan
dan teknologi.
b.
Ketersediaan sumber daya
alam yang berbeda.
c.
Belanja berdasarkan tren
dan gaya hidup.
d.
Ekspansi pasar untuk
perbesar keuntungan.
e.
Plus minus produk yang
dibuat suatu negara.
2. Jelaskan sumbangan Ekspor dan
Impor pada perekonomian Indonesia
Jawaban
:
Kegiatan
perdagangan internasional, khususnya ekspor akan sangat membantu negara berkembang seperti Indonesia untuk menghasilkan
devisa. Devisa akan membantu perkonomian negara untuk kebutuhan impor, membayar hutang luar negeri, dan menjaga stabilitas nilai
mata uang Rupiah.
Ekspor impor
memegang peran besar dalam perekonomian Indonesia dari segi lalu lintas devisa
dan pendapatan nasional, mengingat Indonesia adalah salah satu pemegang ekonomi
terbesar di Asia Tenggara. Pertumbuhan ekspor di tahun 2019 pada semester I
tercatat sebesar 6,9%, sedangkan impor sebesar 7,4%. Artinya pertumbuhan impor
di Indonesia lebih besar dibanding pertumbuhan ekspor. Hal ini menjadi
tantangan milenial yang berarti tingkat konsumsi dalam negeri semakin
bertambah, ditambah dengan hadirnya teknologi modern yang diprediksi akan
mendorong persaingan perdangan internasional di era milenial ini. Oleh karena
itu, dibutuhkan kebijakan yang dapat mendorong kegiatan ekspor Indonesia agar
pertumbuhan ekspor lebih besar lagi.
Kegiatan
perdagangan internasional, khususnya ekspor akan sangat membantu negara
berkembang seperti Indonesia untuk menghasilkan devisa. Devisa akan membantu
perkonomian negara untuk kebutuhan impor, membayar hutang luar negeri, dan
menjaga stabilitas nilai mata uang Rupiah.
3. Jelaskan kebijakan pemerintah
terhadap perdagangan luar negeri pada pemerintahan Jokowi sekarang!
Jawaban :
Pemerintah
Jokowi-JK Dorong Kemajuan Perdagangan dan Investasi
Ada tiga kemajuan yang dilihat pengusaha dari
pemerintahan Jokowi, yaitu Pertama, pembangunan infrastruktur yang hebat.
“Pembangunan infrastruktur dilakukan merata sehingga tercipta keadilan ekonomi
dan membuka peluang untuk investasi baru,” kata dia.
Kedua, waktu tunggu (dweling time) di pelabuhan yang
sudah tidak bermasalah lagi. “Dulu, waktu tunggu di pelabuhan mencapai 15 hari,
sekarang dweling time di pelabuhan paling lama hanya tiga hari. Dweling time
selama tiga hari bisa menurunkan high cost economy dan meningkatkan daya saing
pengusaha,” ujar Tahir.
Ketiga, perjanjian dagang banyak dilakukan selama
pemerintahan Jokowi, sehingga membuka akses pasar untuk ekspor. “Semakin banyak
ekspor, maka perekonomian tentu membaik. Selama 4 tahun terakhir, sudah banyak
kemajuan di Indonesia,” ungkap Tahir selaku Pengusaha Sukses dan
Founder Mayapada Group Dato.
Tahir mengatakan, selama ini banyak yang membicarakan
soal utang Indonesia yang semakin besar. Jika dibandingkan negara lain, utang
Indonesia masih 30% terhadap PDB, tetapi negara Tiongkok pernah mencapai 250%
terhadap PDB.
Setiap negara, menurut dia, pasti mempunyai masalah
utang. Tinggal bagaimana management risknya diterapkan dengan sebaik-baiknya.
Pengusaha terus berdoa tahun depan, pesta pemilu berjalan lancar dan berharap
Jokowi bisa memimpin lagi.
Jika ada presiden baru, diharapkan lebih baik dan
membuat Indonesia menjadi negara high class. “Saya bangga tinggal di Indonesia
dan nyaman, sebagai pengusaha saya hanya berharap yang terbaik,” ujar dia.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan,
stabilitas politik yang kondusif merupakan bagian dari pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas. Politik harus kondusif dan keamanan negara harus dijamin. “Kalau
negara kacau, akan mempengaruhi semuanya, termasuk investasi dan ekonominya,”
tegas dia.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto
mengatakan, dari sisi Industri, Indonesia akan memasuki era baru yaitu revolusi
industri 4.0. Industri 4.0 yang didasarkan pada prinsip perubahan yang dinamis
dan transformatif, diyakini bisa meningkatkan nilai tambah dan daya saing Indonesia
ke depannya.
“Ekonomi Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Selama
15 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4-5% dan tetap
stabil. Populasi tenaga kerja juga meningkat dan mencapai 30 juta dan angka
pengangguran menurun 25%,” papar dia.
Airlangga melanjutkan, pertumbuhan konsumsi Indonesia
juga meningkat 8 kali lipat dan sudah menyumbang 55% terhadap PDB. Investasi
juga tumbuh dan menyumbang 30% terhadap PDB.
Dia menambahkan, kemajuan dari sisi ekonomi,
investasi, dan angkatan kerja merupakan awal dari revolusi industri 4.0.
Industri 4.0 tidak terlepas dari konektivitas, kemampuan analitik dan
intelegensi mesin, teknologi robotik, koneksi antara manusia dan mesin, serta
metode manufaktur melalui tiga dimensi.
“Tinggal menunggu waktu, Indonesia akan menuju
revolusi industri 4.0,” ujar dia. Airlangga menegaskan, industri 4.0 tidak akan
menggantikan tenaga manusia, melainkan saling melengkapi. Saat ini, sudah
banyak perusahaan yang sudah menerapkan teknologi digital dalam proses produksinya
dan manusia yang mengoperasikannya.
“Dampak industri 4.0 terhadap ekonomi Indonesia sangat
hebat. Jika revolusi industri 4.0 benar-benar diterapkan secara serius, bisa
mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 15% dan Indonesia bisa menjadi negara
maju,” kata dia.
Menurut Airlangga, pemerintah telah menetapkan lima
industri yang sudah disiapkan menuju industri 4.0, yakni industri makanan dan
minuman, kimia, tekstil, elektronik, dan otomotif. Kelima industri tersebut
dipilih karena sudah mantap dari segi teknologinya dan ekspornya juga tinggi.
Dia mengatakan, negara-negara di Asia Pasifik juga
semakin memberikan perhatian yang serius untuk memasuki era revolusi industri
4.0. Transformasi terhadap industri 4.0 akan membawa Indonesia ke model bisnis
baru pada industri manufaktur.
Kementerian Perindustrian, kata Airlangga, telah
bekerja sama dengan United Nation Industrial Development Organization (UNIDO)
mengadakan Konferensi Regional Pembangunan Industri (Regional Conference on
Industrial Development/RCID) di Bali pada pada tanggal 8-9 November 2018.
Konferensi ini bertujuan untuk berbagi informasi kebijakan, pengalaman,
teknologi, pengetahuan, dan praktik terbaik terkait pengembangan sektor
manufaktur dan implementasi industri 4.0.
Konferensi ini dihadiri para perwakilan dari 12 negara
di kawasan Asia Pasifik, antara lain Bangladesh, Bhutan, Jepang, Kamboja, Korea
Utara, Laos, Malaysia, Nepal, Pakistan, Timor Leste, dan Vietnam. “Salah satu
programnya adalah capacity building. Misalnya, dari negara lain ada yang ikut
pelatihan di Indonesia, mereka melihat langsung industri yang menjadi pilot
project di dalam Making Indonesia 4.0. Jadi, kita berbagi pengalaman dan
kebijakan Indonesia tentang penerapan industri 4.0,” papar dia.
Airlangga menjelaskan, untuk mengubah menjadi negara
yang kompetitif di era revolusi industri 4.0, diperlukan integrasi
konektivitas, teknologi, informasi dan komunikasi. Upaya ini mampu mengarahkan
proses industri yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang lebih
berkualitas.
“Jadi, paradigma baru bergeser, yang memposisikan
proses manufaktur sebagai hasil dari penggunaan internet yang memungkinkan
terjadinya komunikasi antarmesin serta antara manusia dengan mesin secara real
time, yang akan menciptakan smart products and smart services,” tutur dia.
Selain itu, diyakini bahwa industri 4.0 dapat
meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri kecil dan menengah
(IKM). “Munculnya berbagai digital marketplace dan online services tidak saja
menghubungkan IKM dengan pelanggan lokal, tetapi juga dengan pasar regional
yang jauh lebih besar. Hal ini akan pula membawa pertumbuhan ekonomi yang
inklusif,” imbuh dia.
Komentar
Posting Komentar